Rabu, 20 November 2013

SKRIPSI KAWIN LARI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat. (Abidin&Aminuddin, 1999:12) Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab II pasal 2, perkawinan merupakan akad yang paling sakral dan agung dalam sejarah perjalanan hidup manusia yang dalam Islam disebut sebagai mitsaqan ghalidhan, yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Selain itu perkawinan juga merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Karena dengan perkawinan kehidupan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kelakuan atau adat istiadat masyarakat setempat. Rumah tangga memungkinkan manusia mendapat keturunan sebagai penerus generasi masa depan.
Al-Quran juga menjelaskan bahwa manusia secara naluriah, disamping mempunyai keinginan terhadap anak keturunan, harta kekayaan dan lain-lain, juga sangat menyukai lawan jenisnya. Untuk memberikan jalan keluar yang terbaik mengenai hubungan manusia yang berlainan jenis itu, Islam menetapkan suatu ketentuan yang harus dilalui, yaitu perkawinan. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi :
”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Ar-Rum: 21)
Lebih lanjut Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 72, sebagai berikut:
 “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (Q.S. An-Nahl:72)
Berdasarkan kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa Islam tidak menyetujui seorang Muslim memilih hidup membujang. Namun sebaliknya, Islam justru memerintahkan umat Islam untuk menikah. Sedangkan tujuan perkawinan dalam Islam, pada hakikatnya bukan semata-mata untuk kesenangan lahiriah melainkan juga membentuk suatu ikatan kekeluargaan, pria dan wanita dapat memelihara diri dari kesesatan dan perbuatan tidak senonoh. Selain itu tujuan perkawinan adalah melahirkan keturunan dan memeliharanya serta memenuhi kebutuhan seksual yang wajar yang diperlukan untuk menciptakan kenyamanan dan kebahagiaan. Dalam hal ini perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya. (Abidin&Aminuddin, 1999: 9)
Oleh karena itulah, segala hal yang berkaitan dengan masalah perkawinan sangat diperhatikan demi menjaga sakralitas dari perkawinan itu sendiri. Dalam realita kehidupan, perkawinan berlaku di seluruh dunia termasuk Indonesia. Indonesia adalah Negara kepulauan yang terletak pada garis katulistiwa. Penduduk yang berdiam berasal dari pulau-pulau di dalamnya bermacam ragam adat budaya dan hukum adatnya masih terasa kental, hal ini sesuai dengan semboyan Negara Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti meskipun terdapat perbedaan suku, adat, bahasa, ras, agama, budaya dan lain-lain tetapi tetap satu kesatuan. Sebagaimana tata tertib adat perkawinan antara masyarakat adat yang satu berbeda dengan masyarakat adat yang lain, antara suku bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa yang lain, antara yang beragama Islam berbeda dengan yang beragama Hindu, Kristen, Budha dan lain-lain.
Hukum adat di Indonesia pada umumnya menjelaskan bahwa perkawinan bukan saja berarti sebagai perikatan perdata, tetapi juga merupakan perikatan adat dan sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggaan. Jadi terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami-istri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan ketetanggaan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan. Begitu juga menyangkut kewajiban mentaati perintah dan larangan keagamaan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhannya (ibadah) maupun hubungan manusia dengan sesama manusia (muamalah) dalam pergaulan hidup agar selamat di dunia dan di akhirat. Hukum perkawinan adat di Indonesia itu dapat berbentuk “perkawinan jujur” dimana pelamaran dilakukan oleh pihak pria kepada pihak wanita. Setelah pelaksanaan perkawinan, istri mengikuti tempat kediaman suami seperti di daerah Lampung, Palembang, Bali dan sebagian besar wilayah di Indonesia. (Hadikusuma, 1990: 8-9) Jadi terkait dengan masalah perkawinan, maka budaya dan aturan yang berlaku pada suatu masyarakat tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan masyarakat itu berada. Begitu juga pergaulan masyarakat setempat terbentuk karena dipengaruhi oleh kebiasaan, kepercayaan dan keagamaan yang dianut masyarakat tersebut.
Di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara, ada tradisi adat yang disebut Kawin Lari (Selarian). Dalam tradisi kawin lari bujang (anak laki-laki) melarikan gadis (anak perempuan) ke rumah orang tua atau kerabat dekatnya. Lalu gadis tersebut memberitahu pihak keluarganya dengan cara meninggalkan sepucuk surat dan juga meninggalkan uang yang disebut tengepik. Isi surat tersebut menyatakan permintaan maaf si gadis pada orang tuanya atas kepergian tanpa izin dengan maksud perkawinan dengan bujang yang disebut nama dan kerabatnya serta alamatnya dalam surat tersebut.
Pada saat gadis tersebut barada di rumah calon suaminya maka dimulailah prosesi adat, mulai dari acara ngantak salah (menyatakan permintaan maaf, mengakui kesalahan dan memohon perundingan) dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan hingga acara penutup yaitu peradu dau atau mengakhiri pekerjaan ditempat kerabat wanita. Pada acara peradu dau ini juga diberitahukan kepada masyarakat bahwa status bujang dan gadis tersebut telah berubah menjadi suami istri dalam pandangan hukum adat. Namun mereka belum sah karena belum diadakan akad nikah walaupun mereka tinggal serumah. Akad nikah dilakukan setelah prosesi adat selesai.
Apabila diteliti lagi dari segi hukum Islam, maka akan menimbulkan permasalahan yakni mengenai hukum bagi mereka yang tinggal bersama dalam satu rumah namun belum ada hubungan akad pernikahan yang sah menurut agama. Hal tersebut sangat bertentangan dengan norma-norma ajaran Islam. Maka dari itu dalam tuntunan ajaran Islam sebuah pernikahan dimulai dengan cara melamar atau meminang.
Pernikahan kawin lari itu sendiri, antara lain adalah calon pengantin wanita harus tinggal di rumah calon pengantin pria atau kerabat calon pengantin pria hingga akad nikah dilangsungkan, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan fitnah di kalangan masyarakat. Calon pengantin wanita dan pria telah bersama-sama tanpa adanya suatu ikatan yang sah, selama itu calon pengantin wanita juga diharuskan menggunakan kebaya, kain tapis, perhiasan emas dan sanggul agar terlihat cantik dalam menerima tamu yang datang. Dengan tinggal bersama dalam satu rumah meskipun juga tinggal bersama dengan keluarga calon pengantin pria, tetapi interaksi keduanya akan sering terjadi. Dengan demikian pandangan mata mereka akan sulit terjaga bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi sesuatu hal yang bertentangan dengan syari’at Islam. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (Q.S. An-Nur: 30)
Oleh karena itu, tradisi kawin lari tersebut menarik peneliti untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang faktor yang melatarbelakangi kawin lari serta pandangan hukum Islam tentang tradisi kawin lari dalam perkawinan adat. Perkawinan tersebut terus dilakukan oleh masyarakat Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara Propinsi Lampung sampai saat ini.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut ke dalam sebuah skripsi yang berjudul “Tradisi Kawin Lari dalam Perkawinan Adat di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara Propinsi Lampung dalam Perspektif Hukum Islam”.
B.     Penegasan Istilah
Untuk mendapatkan kejelasan judul di atas, penulis perlu memberikan penegasan dan batasan tehadap istilah-istilah yang ada. Istilah-istilah tersebut adalah:
1.      Tradisi kawin Lari dalam bahasa lampung disebut sebambangan, yaitu larinya bujang dan gadis ke rumah si bujang atau kerabat bujang untuk terjadinya suatu pernikahan setelah melalui prosesi-prosesi adat.
2.      Perkawinan adat adalah perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat tertentu. (Hadikusuma, 1990: 8)
C.     Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
  1. Apa faktor-faktor yang melatarbelakangi tradisi kawin lari dalam perkawinan adat di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara Propinsi Lampung?
  2. Bagaimana tradisi kawin lari dalam perkawinan adat di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara Propinsi Lampung menurut perspektif hukum Islam?
D.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah penelitian ini selesai adalah:
  1. Untuk mengungkapkan faktor-faktor yang melatarbelakangi tradisi kawin lari dalam perkawinan adat di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara Propinsi Lampung.
  2. Untuk mengetahui tradisi kawin lari dalam perkawinan adat di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara Propinsi Lampung menurut perspektif hukum Islam.
E.     Kegunaan Penelitian
Manfaat atau kegunaan daripada penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
1.      Secara Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana realitas akulturasi hukum Islam dengan tradisi lokal dan juga menambah bahan pustaka bagi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.
2.      Secara Praktis
a.       Sebagai sumbangan pemikiran untuk Pemerintah dalam melestarikan adat budaya yang ada di masyarakat.
b.      Dapat memberikan kontibusi bagi ulama dalam pengembangan ilmu pengetahuan khusunya di bidang hukum Islam.
c.       Sebagai tambahan pengetahuan untuk umat dalam memperkaya pengetahuan keagamaan khususnya dalam bidang perkawinan dan hukum Islam.
F.      Metode Penelitian
1.      Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan penulis pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan ini melihat implementasi riel di dalam masyarakat. (Ali, 2009: 105) Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian (field research) yaitu yaitu suatu penelitian yang terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang dibahas.
2.      Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara. Di desa ini hukum adat masih dijunjung tinggi. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti desa tersebut yang mana memiliki tradisi kawin lari dalam perkawinan adat.
3.      Sumber Data
a.       Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.
b.      Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi dan peraturan perundang-undangan. (Ali, 2009: 106)
4.      Prosedur Pengumpulan Data
a.       Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran. (Fathoni, 2011:104) Peneliti menggunakan observasi langsung ke Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara. Di sini peneliti mengamati prosesi kawin lari, prosesi adat pasca kawin lari dan prosesi akad nikah .
b.      Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui tanya jawab lisan, dimana pertanyaan datang dari pihak yang mewancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancara. (Fathoni, 2011:105)
Wawancara ini dilakukan dengan acuan catatan-catatan mengenai pokok masalah yang akan ditanyakan. Sasaran wawancara adalah tokoh adat untuk mendapatkan info tentang prosesi adat pasca kawin lari, tokoh agama dan kepala KUA Desa Ketapang untuk mendapatkan info tentang pandangan hokum Islam tentang tradisi kawin lari, pelaku kawin lari untuk mengetahui penyebab alas an kawin lari dan kronologi dari kawin lari, dan orang tua pelaku kawin lari untuk mengetahui alasan tidak menyetujui hubungan anaknya dan perasaannya ketika anaknya melakukan kawin lari.
c.       Dokumentasi
Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan dan data dari pemuka adat. Metode ini digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam memperoleh data.
5.      Analisis Data
Setelah seluruh data terkumpul maka barulah penulis menentukan bentuk analisa terhadap data-data tersebut, antara lain dengan metode :
a.       Deduktif
Yaitu analisa yang bertitik tolak dari suatu kaidah yang umum menuju suatu kesimpulan yang bersifat khusus, artinya ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam nas dijadikan sebagai pedoman untuk menganalisis pandangan hukum Islam tentang tradisi kawin lari dalam perkawinan adat di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara Propinsi Lampung.
b.      Kualitatif
Yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Moleong, 2008: 4) Penulis menggunakan prosedur penelitian kualitatif karena ingin menceritakan tentang kawin lari.
6.      Pengecekan Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik trianggulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut, dan teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan adalah dengan pemeriksaan melalui sumber yang lainnya. (Moloeng, 2007:330) Menurut Denzin (dalam Moloeng, 2007:330), membedakan empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Trianggulasi dilakukan melalui wawancara, observasi langsung dan observasi tidak langsung, observasi tidak langsung ini dimaksudkan dalam bentuk pengamatan atas beberapa kelakukan dan kejadian yang kemudian dari hasil pengamatan tersebut diambil kesimpulan yang menghubungkan di antara keduanya.
G.    Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka sistematika pembahasannya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami pembahasan ini. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut yaitu :
BAB I             :     Pendahuluan yang berisi uraian tentang Latar Belakang masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II            :     Kajian Pustaka yang berisi uraian tentang Tinjauan Umum tentang Perkawinan, Perkawinan menurut Hukum Islam, Perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Perkawinan menurut Hukum Adat, Pengertian Kawin Lari Secara Umum dan Menurut Hukum Adat.
BAB III          :     Paparan Data dan Temuan Penelitian berisi tentang deskripsi wilayah pada masyarakat Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara, Latar Belakang yang Menyebabkan Masyarakat Desa Ketapang Melaksanakan Pernikahan dengan cara Kawin Lari dan Prosesi Tradisi Kawin Lari dalam Perkawinan Adat di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara.
BAB IV          :     Pembahasan berisi tentang analisis tentang hal-hal mengenai tradisi kawin lari dalam perkawinan adat di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara Propinsi Lampung. Pada bab ini dijelaskan analisis tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi tradisi kawin lari dalam perkawinan adat di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara dan analisis
tradisi Kawin Lari di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara Menurut Perspektif Hukum Islam.

BAB V            :     Penutup berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang hukum-hukum Islam khususnya hukum Kawin Lari di Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara.

2 komentar:

  1. Assalamualaikum, mbak boleh tanay tanya gak? Tentang ini, didalam islam bukannya ga boleh mbak kawin lari, jadi kalodikaitkan dengan islam apakah sudah bisa dijawab

    BalasHapus
  2. What is the minimum deposit required to claim a casino bonus
    For example, if you want to play 제주도 출장안마 slots at a live casino in a casino, do not 당진 출장마사지 need to be at least 파주 출장안마 5 사천 출장샵 years old at all. Even if you already have 경상남도 출장안마

    BalasHapus